Wednesday, February 4, 2015

Meninggalkan Comfort Zone (Menikah untuk Bahagia)

Pernah nggak kamu merasa nyaman banget sama suatu hal, dan rasanya sayang sekali untuk meninggalkan hal itu?.  Misalnya, setiap pagi kamu selalu terbiasa minum kopi. Sekalinya nggak minum kopi, rasanya ada yang hilang dan  mengganggu aktivitas seharian. Atau bisa juga kamu terbiasa selalu mendengarkan musik selama di perjalanan. Begitu headset kamu rusak, rasanya langsung uring-uringan. Ketika ada hal yang nggak sesuai keinginan, kamu langsung jutek seharian, bahkan sama orang yang nggak tau apa2. Apa ini kebiasaan kamu juga?. Atau, kamu tau kamu ceroboh dan pelupa, tapi selalu ada orang yang bisa diandalkan untuk ngingetin atau bahkan ngebawain barang yang kamu lupakan. Enak yaa kalau ada orang yang selalu bisa diandalkan. Berarti keberadaannya adalah comfort zone-mu. Tapi apakah ceroboh dan  pelupa-mu sembuh?. Banyak orang takut berubah. Mereka takut akan jadi orang lain. Tapi, gimana kalau berubah di sini adalah berubah ke arah yang lebih baik?.  Gimana rasanya kalau harus meninggalkan comfort zone? Harus tetap senyum dan lapang dada, meski sesuatu ngga berjalan seperti yg kita mau. Dan harus menanggung resiko dari kecerobohan kita sendiri, tanpa ada orang lain yang bisa diandalkan untuk memperbaiki situasi?. Tentunya, beradaptasi dengan sesuatu yang di luar kebiasaan kita bukanlah hal yang mudah. Tapi, memangnya kamu nggak mau 'naik kelas'?.

Ada sebuah kisah tentang perubahan dan meninggalkan comfort zone dari buku MenikahUntukBahagia. Simak yuk.

Alkisah, seorang raja menerima hadiah 2 ekor elang yang gagah. Mereka adalah elang peregrine, burung paling indah yang pernah ia lihat. Sang raja pun meminta pawang kerajaan untuk melatih elang tersebut. Bulan berlalu dan sang pawang melapor salah satu elang msh enggan terbang, Padahal elang yang satunya lagi sudah terbang anggun, melonjak tinggi di langit. Raja pun kebingungan dan memanggil tabib dari seluruh kerajaan. Raja juga menugaskan tim elit kerajaan untuk melatih elang tersebut, namun tidak ada yang berhasil. Elang itu masih bertengger di tempatnya. Setelah mencoba segala cara, Raja pun berpikir, mungkin ia butuh orang yang lebih akrab dengan pedesaan untuk memahami sifat elang ini. Sang Raja memerintahkan untuk mencari seorang petani. Dan betapa terkejutnya dia, keesokan harinya elang tersebut sudah terbang tinggi. Raja yang keheranan pun memanggil si petani dan bertanya kepadanya, bagaimana caranya ia membuat elang tersebut terbang. Si petani menjawab, "Mudah sekali Yang Mulia. Saya hanya memotong dahan tempat burung itu bertengger. Nah, menurut kamu, mana yang lebih enak? Memilih meninggalkan comfort zone karena kesadaran diri sendiri, atau dipaksa oleh keadaan?. Apakah kamu harus menunggu "dahan"mu dipotong dulu supaya mau berubah? :) Pilihan ada di tanganmu.

No comments:

Post a Comment