Wednesday, February 4, 2015

Mencari Kebahagiaan


Rasanya tak ada satupun manusia yang tidak sependapat bahwa tujuan hidup manusia di muka bumi adalah mencapai kebahagiaan. Meski kebahagiaan bisa dipahami dalam berbagai bentuk, semua sepakat pada sifatnya yang menjadikan manusia bukan hanya lebih bersemangat, tapi juga bisa menebarkan ketenteraman, kedamaian, dan kepuasan yang tidak menyisakan kekosongan. Sementara, penderitaan sama dengan kegelisahan, kekacauan, kehampaan makna, dan kekurangan yang menganga. Akan tetapi, kebahagiaan tak sama dengan kumpulan kenikmatan. Seseorang bisa saja hidupnya dipenuhi kenikmatan  tapi tak bahagia. Kebahagiaan juga bukan berarti tak menemui kesulitan sama sekali, bisa jadi penderitaan datang silih berganti tapi tak merusak kebahagiaan.
 

Kebahagiaan juga tak sama dengan kenikmatan sesaat, tanpa jaminan bahwa kenikmatan itu takkan segera berganti dengan perasaan hampa. Kebahagiaan memberi bayangan kedamaian dan ketenteraman yang lebih lestari. Sebagaimana firman Allah: "Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Namun kebaikan-kebaikan  yang lestari adalah lebih besar ganjarannya di sisi Tuhanmu dan lebih layak dijadikan harapan. Kebahagiaan sepenuhnya bersifat spiritual, meski tak selalu sama dengan hal-hal yang sifatnya keagamaan. Kebahagiaan juga sifatnya intrinsik, ada dalam hati kita, bukan ekstrinsik dan  tergantung pada pancaroba kejadian dlm hidup kita. Apa saja, kalau kita persepsikan secara positif, akan menyumbang pada kebahagiaan kita, meskipun tampilannya berupa kesulitan. Bahkan bisa dibilang kesedihan adalah sesuatu yang berfungsi agar kita dapat mengidentifikasi dan merasakan kebahagiaan.  Orang yang tidak pernah merasakan kesedihan atau kesusahan, akan kebal atau tidak sensitif terhadap kebahagiaan. Sayyidina Ali pernah berkata: "Seseorang tidak akan merasakan manisnya kebahagiaan sebelum dia merasakan pahitnya kesedihan. Kita akan menemukan kebahagiaan, selama kita selalu mencari hikmah di setiap keadaan, seburuk apapun ia tampil dalam persepsi kita.

No comments:

Post a Comment