Rasanya tak
ada satupun manusia yang tidak sependapat bahwa tujuan hidup manusia di muka
bumi adalah mencapai kebahagiaan. Meski kebahagiaan bisa dipahami dalam
berbagai bentuk, semua sepakat pada sifatnya yang menjadikan manusia bukan hanya
lebih bersemangat, tapi juga bisa menebarkan ketenteraman, kedamaian, dan
kepuasan yang tidak menyisakan kekosongan. Sementara, penderitaan sama dengan
kegelisahan, kekacauan, kehampaan makna, dan kekurangan yang menganga. Akan
tetapi, kebahagiaan tak sama dengan kumpulan kenikmatan. Seseorang bisa saja
hidupnya dipenuhi kenikmatan tapi tak
bahagia. Kebahagiaan juga bukan berarti tak menemui kesulitan sama sekali, bisa
jadi penderitaan datang silih berganti tapi tak merusak kebahagiaan.
Kebahagiaan
juga tak sama dengan kenikmatan sesaat, tanpa jaminan bahwa kenikmatan itu
takkan segera berganti dengan perasaan hampa. Kebahagiaan memberi bayangan
kedamaian dan ketenteraman yang lebih lestari. Sebagaimana firman Allah:
"Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia. Namun
kebaikan-kebaikan yang lestari adalah
lebih besar ganjarannya di sisi Tuhanmu dan lebih layak dijadikan harapan.
Kebahagiaan sepenuhnya bersifat spiritual, meski tak selalu sama dengan hal-hal
yang sifatnya keagamaan. Kebahagiaan juga sifatnya intrinsik, ada dalam hati
kita, bukan ekstrinsik dan tergantung
pada pancaroba kejadian dlm hidup kita. Apa saja, kalau kita persepsikan secara
positif, akan menyumbang pada kebahagiaan kita, meskipun tampilannya berupa
kesulitan. Bahkan bisa dibilang kesedihan adalah sesuatu yang berfungsi agar
kita dapat mengidentifikasi dan merasakan kebahagiaan. Orang yang tidak pernah merasakan kesedihan
atau kesusahan, akan kebal atau tidak sensitif terhadap kebahagiaan. Sayyidina
Ali pernah berkata: "Seseorang tidak akan merasakan manisnya kebahagiaan
sebelum dia merasakan pahitnya kesedihan. Kita akan menemukan kebahagiaan,
selama kita selalu mencari hikmah di setiap keadaan, seburuk apapun ia tampil
dalam persepsi kita.
No comments:
Post a Comment