Dalam buku The Dusty Sneakers: Kisah Kawan di Ujung Sana, Gipsytoes menceritakan perjalanannya di Paris yang berujung pada sebuah toko buku legendaris. Toko buku inilah yang menjadi tujuan utama para kutu buku dari berbagai pelosok di dunia saat melancong ke Paris. Bagaimana sesungguhnya sejarah panjang yang membuat toko buku ini menjadi legenda?
Shakespeare and Co adalah toko buku legendaris
yang ada di jantung kota Paris. Awalnya, toko ini didirikan oleh Sylvia
Beach pada tahun 1922. Pada masa itu, banyak penulis besar kenamaan
yang sering duduk duduk di sana untuk berdiskusi atau mencari inspirasi, seperti Ernest Hemingway, Ezra Pound, dan sebagainya.
Namun sayang, tahun 1940an toko ini tutup dan tak pernah dibuka kembali saat Prancis diduduki oleh Jerman pada Perang Dunia Kedua. Setelah perang usai, seorang pria asal Amerika bernama George Whitman datang ke Prancis sebagai ahli medis, namun ia memutuskan untuk mendedikasikan diri di bidang sastra. Monsieur George-lah yang pada tahun 1951 mendirikan toko buku baru tidak jauh dari bekas bangunan Shakespeare and Co dan diberi nama Le Mistral.
Namun sayang, tahun 1940an toko ini tutup dan tak pernah dibuka kembali saat Prancis diduduki oleh Jerman pada Perang Dunia Kedua. Setelah perang usai, seorang pria asal Amerika bernama George Whitman datang ke Prancis sebagai ahli medis, namun ia memutuskan untuk mendedikasikan diri di bidang sastra. Monsieur George-lah yang pada tahun 1951 mendirikan toko buku baru tidak jauh dari bekas bangunan Shakespeare and Co dan diberi nama Le Mistral.
Pada tahun 1964, Monsieur
George mengubah nama Le Mistral menjadi Shakespeare and Co sebagai
penghormatan kepada Sylvia Beach. Sedangkan di lokasi Shakespeare and Co
yang lama dibangun sebuah plakat sebagai penanda. Meski bukan
bangunan asli, Monsieur George berhasil membuat toko buku yang luar
biasa unik dan mengagumkan. Bagaimana tidak, ribuan buku antik dari
berbagai jaman berjejalan di seluruh penjuru toko.
Selama puluhan tahun,
para pecinta buku berdatangan dari berbagai belahan dunia. Mereka
berkumpul dengan sesamanya, berdiskusi, mencari inspirasi. Di bagian
atas toko juga ada beberapa kamar kecil yang disewakan. Uniknya, mereka
tidak harus selalu membayar dengan uang. Kadang, mereka bisa membayar
dengan kewajiban membaca 1 buku, kemudian mendiskusikan isinya
bersama-sama di toko, atau bekerja sebagai penjaga toko secara sukarela.
Menyenangkan sekali!
Monsieur George sendiri telah meninggal
dunia pada tahun 2011 lalu di usianya yang ke-98. Kini, toko Shakespeare
and Co dikelola oleh putrinya, Sylvia Beach Whitman. Yap, tidak hanya
mengambil nama toko, Monsieur George juga mengambil nama Sylvia Beach
untuk menamai putrinya.
Dari toko buku Shakespeare and Co, kita belajar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang kaya membaca dan menulis. Prancis dibangun oleh literasinya yang kaya, sedangkan di Indonesia tak banyak toko buku dan penerbit yang mampu bertahan hingga ratusan tahun. Tapi kita bisa memulai dan merawat yang sudah ada, demi Indonesia yang kaya literasi
Dari toko buku Shakespeare and Co, kita belajar bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang kaya membaca dan menulis. Prancis dibangun oleh literasinya yang kaya, sedangkan di Indonesia tak banyak toko buku dan penerbit yang mampu bertahan hingga ratusan tahun. Tapi kita bisa memulai dan merawat yang sudah ada, demi Indonesia yang kaya literasi
Well, semoga kita bisa mengunjungi Shakespeare and Co suatu saat nanti ya, sobat Noura! :D
Sumber artikel dan gambar: 1 2 3 4 5
No comments:
Post a Comment