Rasanya tak percaya sore itu bisa bertatap
muka langsung dengan penulis The Alchemist, salah satu buku fenomenal yang
telah menyentuh hati begitu banyak pembaca, termasuk saya. Berkat workshop
Pemasaran Internasional yang diadakan Goethe dan didukung oleh Noura Books,
saya bisa menghadiri Frankfurt Book Fair 2014. Kabarnya penampilan Paulo Coelho
di sini sangatlah spesial karena merupakan penampilan publik penulis asal
Brazil ini satu-satunya di tahun 2014.
Paulo Coelho yang senantiasa tampak bijak
dalam buku-buku yang ditulisnya ternyata berpenampilan asli cukup nyentrik.
Kepalanya yang plontos menyisakan sejumput rambut putih berkucir kuda di bagian
belakang. Saat diskusi dia memilih untuk berdiri ketimbang duduk, dan di akhir
acara, saat bertemu dengan penggemarnya dari berbagai bangsa, dia selalu
menyempatkan menyapa dan mengungkapkan pemahamannya tentang negara asal
penggemarnya tersebut.
Kebesaran namanya dapat dilihat dari 30 buku
yang dihasilkannya (dalam periode 40 tahun), The Alchemist yang telah diterjemahkan ke dalam 80 bahasa
(diterbitkan di 150 negara), total penjualan bukunya yang mencapai lebih dari
165 juta eksemplar di dunia, dan pengikut Facebook serta Twitter-nya yang berturut-turut
hampir mencapai 25 juta serta 10 juta.
Agenda perbincangan sore itu bersama Juergen
Boos, presiden FBF, terkesan santai, ringan, dan membahas hal-hal umum
seputaran dunia buku. Paulo mendahului Juergen bertanya, tentang perubahan
terbesar apa sajakah yang Juergen lihat selama berpuluh tahun terakhir ini?
Menurut Juergen, tidak ada. Menurutnya, selalu saja banyak yang takut pada masa
depan namun ternyata semua akan tetap sama. Buku adalah tentang cerita dan
penceritaan (story-telling), dan penulis
lah yang berperan besar melakukannya.
Juergen balik bertanya, seperti apa menurut Paulo
Coelho keadaan dunia perbukuan 20 tahun ke depan? Paulo menjawab, orang akan
selalu membaca buku karena dua hal yakni hiburan dan pengetahuan. Dia berharap
20 tahun ke depan harga buku akan murah sehingga tak ada lagi pembajakan—meskipun
tampaknya dia tak pernah keberatan jika bukunya dibajak karena dia lebih
mementingkan ide dalam bukunya sampai ke setiap orang. Dia juga sependapat bahwa story-telling adalah cara mewariskan
informasi. Dari buku ke buku, menurut Paulo, cerita selalu sama, yakni hanya
ada 4 macam: cinta (dua orang), perselingkuhan (cinta segitiga), perebutan
kekuasaan, dan perjalanan. Kita berulang-ulang mengisahkan keempatnya. Lalu
kita beradaptasi dalam cara menceritakannya.
Paulo di mata saya memang berpengetahuan luas
dan bijak, dia berbicara tentang banyak hal acak, namun dia mengutip
sumber-sumber budaya yang universal. Saat bicara tentang “Siapa sebenarnya diri
kita ini?” Paulo mengisahkan penggalan Mahabharata, yakni saat Arjuna bertanya
pada Khrisna karena takjub dengan mukjizat-mukjizatnya, “Siapa sesungguhnya
dirimu?” dan Khrisna pun menjawab, “Aku adalah diriku saat ini.” Demikian pula
Paulo mengatakan bahwa dirinya adalah sebagian dari salah satu tokoh yang ada
dalam bukunya, karena dia selalu menuangkan dirinya 100% dalam setiap karyanya.
Perkembangan dunia digital dalam perbukuan
juga tak lupa disinggung dalam diskusi tersebut, dia menyayangkan betapa banyak
orang yang enggan beradaptasi dengan cepat, lalu betapa dia dan Juergen
sependapat bahwa teknologi memang berkembang dan orang akan menggunakannya,
namun kita akan selalu butuh untuk bertemu satu sama lain.
Kemudian, sedikit tentang kesuksesannya, Paulo
berkata, tak ada alat pemasaran yang lebih ampuh daripada word of mouth. Sehingga
dalam kasus tertentu ,dia menyebutkan terkadang pembajakan karyanya (secara
digital) justru malah menjadi word of
mouth yang berdampak pada pembelian buku aslinya. Karena jika pembaca
menyukai bajakanya, dia akan membeli buku asli. Mungkin, Paulo hanya berbaik
hati dan menganggap “rezeki tak akan ke mana”, pikir saya.
Sore itu berlangsung hampir satu jam lamanya,
namun demikian banyak pelajaran yang saya dapatkan. Paulo Coelho merupakan
contoh nyata seorang penulis yang besar dan langgeng karena selain produktif,
dia juga terus beradaptasi sesuai zamannya, senantiasa membuka diri pada
beragam budaya di dunia, serta terus berupaya memelihara kedekatan dengan
pembaca-pembacanya. Aktivitasnya di media sosial yang sangat interaktif, website
www.paulocoelho.com yang memiliki 17 pilihan bahasa, juga upayanya untuk selalu menampilkan
3 artikel baru di blognya setiap minggu, menurut saya, tak lain adalah wujud
kepeduliannya pada pembaca—yang tentunya berbuah manis pada pemasaran
buku-bukunya. Kabar terbaru darinya adalah peluncuran aplikasi gratis yang berisi
kutipan harian darinya. Sebuah kesuksesan global yang diiringi kerja keras,
bukti nyata yang patut menjadi contoh dan motivasi para penulis Indonesia.
Ditulis oleh: Suhindrati Shint
No comments:
Post a Comment